Yang
disebut asas legalitas ialah asas yang maksudnya “tak ada pelanggaran dan tak
ada hukuman sebelum adanya undang-undang yang mengaturnya”.berdasarkan surat
Al-An’am :19 dan Al-Qoshos 59 kemudian para ahli hukum membuat sebuah kaidah
yaitu ,
1) Sebelum ada
ketentuan nash tak ada hukum bagi perbuatan orang berakal.
2) Pada asalnya
semua perkara dan semua perbuatan di perbolehkan.
Kesimpulan
kaidah itu bahwa sesuatu perbuatan atau sikap tidak berbuat tidak dipandang
sebagai jarimah kecuali ada nash yang
melarang perbuatan itu atau tidak melakukan . Jika ada seperti ini maka tidak
ada hukuman bagi pelaku. Oleh karena itu, ada perbuatan tidak bisa dikatakan
jarimah karena ada larangan tetapi tidak ada hukuman .maka kesimpulan du qaidah
itu tidak ada jarimah kecuali ada nash.Berdasarkan ayat diatas ini para ahli
hukum membuat qoidah yang berbunyi “Menurut syara' seseorang tidak diterapi
beban (taklif)kecuali orang Yang mempunyai kesanggupan memahami dalil-dalil
pembebanan, dan menurut syara' yang di bebankan itu hanyalah pokorjaan yang
mungkin dilaku-kan, disanggupi dan dikotahui. sehingga la dapat melaksanakan.Dari goidah
diatas ini dapat diketahui bahwa ada beberapa syarat terhadap pelaksanaan beban
(taklif) itu, baikmengenai orangnya maupun pekerjaannya. Syarat-syarat itu
ialah
1). sanggup
memahami nash-nash syara baik mengenai suruhan maupun larangan.
2). pantas dimintai
pertanggungan jawab dan dijatuhi hukuman
3). pekerjaan itu
mungkin dilaksanskan atau ditinggalkan
4). dapat
diketahui dengan sempurna oleh seorang mukallaf(yang dibebani)
Syarat yang
keempat ini berarti
a).
beban (taklif yang berisi suruhan dan larangan itu harus disiarkan kepada orang
banyak, orang yang tidak mengetahui tidak akan ditindak sesuai dengan suruhan
dan larangan
b).
beban (taklifi itu harus dengan jelas menyebutkan ancamannya. sehingga orang
yang sengaja meninggalkannya telah menyadari tentang akibatnya
Asas
legalitas pada syareat Islam ini sudah ada sejak Qur'an diturunkan. jadi ia
telah mendahului hukum positif yang baru mengenal akhir-akhir abad ke delapan
belas. Yaitu sesudah revolusi Perancis. Asas ini kemudian dimasukkan dalam -pernyataan
hak-hak manusia yang dikeluarkan pada tahun 1789. dan kemudian diambil oleh
negara-negara lain.
kita
juga mengikuti asas legalitas ini dan dia dicantumkan dalam fs. 1 yang bunyinya
fs. 1 1 'tidak ada perbuatan yang boleh dihukum, selain atas kekuatan undang-undang.
Yang diadakan pada waktu sebelumnya perbuatanitu terjadi. fs. 1 12 Jikalau
undang-undang diubah.sesudahnya perbuatan itu terjadi, maka haruslah dipakai
aturan yang ringan bagi siterdakwa" (Stbld. 391582.
A. PENERAPAN
ASAS LEGALITAS.
Syareat
Islam menerapkan asas legalitas ini pada semua macam jarimah hanya cara
menerapkannya berboda-beda menurut mecamnya jarimah. Adapun perinciannya adelah
sebagai berikut:
1). Pada jarimeh
hudud.
a).
terhadap jarimah zina : al-Isro' :32: an-Nur
b).
terhadap jarimah menuduh zina : an-Nur: 4
c).
terhadap Jarimah minum : al-Maidah :9
d).
terhadap jariman pencurian : al-Maidah 38
e).
terhadap jarimah pembegalan : al-Maidah :33.
f).
terhadap jarimah murtad :
al-Baqoroh:217
g).
Terhadap jarimah pemberontak :
al-Hujrat: 9
2). Pada jarimah
qiyos diyat.
a). terhadap jarimah pembunuhan
sengaja : al-Baqoroh
178.179,194,an-Nahal:128: Isro33
b).
terhadap jarimah pembunuhan :
an-Nisa' 92.
c).
terhadap jarimah pembunuhan semi sengaja
d).
terhadap jarimah penganiayaan
e).
terhadap jarimah penganiyayaantak sengaja
3).Pada jarimah
(ma'siat yang dihukum bayar kifarat).
a).
terhadap ma'siat merusak kehormatan bulan puasa( Hadisnya Nabi SAW.)
b).
terhadap ma'siat merusak kehormatan ihrom Hajji (al-Baqoroh: 196.) al-Maidah 95
c).
terhadap ma'siat mengumpuli (al-Baqoroh:222) isteri sedang haidl
d).
terhadap ma'siat melanggar sumpah al-Maidah 89.
e).
terhadap ma'siat mengumpulial-Hujrat:3 dan:4 isteri sedang di dzihar
Terhadap
jarimah dan ma'siat diatas ini asas legalitas diterapkan dengan teliti sekali,
artinya setiap macam jarimah/ma'siat diatas ini disebutkan nash yeng
melarangnya dan hukumannya sekali. Bukan hanya dari nash Qur'an saja yang melarangnya
melainkan juga dari nash Hadits Nabi SAW.Tetapi terhadap jarimah ta'zir. asas
legalitas ini diterapkan bersifat longgar. Jarimah ta'zir ini ada dua macam,
ada yang macam jarimahnya sudah ditentukan oleh nash tetapi hukumannya
diserahkan kepada Hakim: ada juga yang baik jarimahnya dan hukumannya sekali
diserahkan kepada Hakim.sedang nash (Qur'an dan Hadits) hanya menunjukkan garis
besarnya saja.
4). Pada jarimah
ta'zir golongan pertama
a).
terhadap jarimah makan makanan haram (al-Baqarah 173,al-Maidah 3: al-A'rof 157)
b).
terhadap jarimah menghianati amanat an-Nisa2,6: al-Antal: 27 amanat
c).
terhadap jarimah mengecoh timbangan al-Muthofifin 3. as-Syuro:1.
d).
terhadap jarimah saksi palsu al-Baqoroh 283:al-Furqon 72: al-Hajj: 3.
e).
terhadap jarimah makan riba al-Baqoroh:275.278
f).
terhadap jarimah mengumpat berhala al-An'am: 108.
g).
terhadap jarimah besel al-Maidah
h).
terhadap jarimah masuk rumah orang lain tanpa izin an-Nur: 27 al-Maidah :90.
i).
terhadap jarimah judi
i).
terhadap jarimah mengintai-intai al-Hujrat: 12.
k).
terhadap jarimah lain-lain yaitu perbuatan-perbuatan yang dianggap keji oleh
Agama
5). Pada jarimah
ta'zir golongan kedua
Yaitu jarimah yang mengganggu kemaslahatan
umum. Dalam hal ini Hakim (Pe nguasa) boleh menciptakan aturannya dan
menghukumnya sekali, tetapi sekali-sekali tidak boleh bertentangan dengan kemauan-kemauan
nash Qur'an maupun Hadits. Miselnya
a).
menahan orang yang disangka meneuri.
b).
menahan orang yang diperkirakan akan membuat fitnah.
c).
mengajar anak untuk melakukan sholat dan bersuci
d).
menahan orang gila biar tidak bergaul dengan masyarakat.
e).
menahan orang-orang sekiranya akan membuat
onar
f).
dan lain-ain tindakan demi kemaslahatan masyarakat.
6). Pada perbuatan
mukholafah.Arti mukholafah ialah menyalahi atau pelanggaran.
Yang dimaksud
disini istah meninggalkan perbuatan mandub (sunat) atau melakukan perbuatan
makruh yang (tak disukai). Terhadap perbuatan mukholafah ini tidak diterapkan
asas legalitas, apakah dilarang dan dihukum atau tidak diserahkan kepada Penguasa(Hakim).
Terhadap
perbuatan mukholafah ini para ahli hukum berbeda pendapat. Pendapatan pertama
Siberbust mengatakan tidak dapat dihukum ta'zir sebab yang ta'zir itu dihukum hanyalah
orang yeng meninggalkan perintah taklif) sedang melakukan sunat dan meninggalkan
yang makruh itu bukan
perintah yang mengikat.
Pendapat kedua mengatakan berbuat dapat dihukum taozir sebab pada hakekatnya meninggalkan
sunat adalah mengabaikan perintah dan melakukan makruh adalah melanggar
larangan. Mereka beralasan tindakan Kholifah Umar Yang memukul dengan cemeti
terhadap orang yang menterlentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian
ia baru mengasah pisaunya. Pada saat itu Kholifah berkata: asah dulu pisau itu
pada dasarnya perbuatan mukholafah ini tidak memang dapat dihukum, tetapi kalau perbuatan itu
berulang kali dilakukan,
misalnya berulang kali tidak mau melayat tetangganya yang mati. berulang kali
mengabaikan kehidupan rukun tetangga, berulang kali tak mau sholat berjamaah,
maka dalam hal ini siberbuat dapat dihukum ta'zir. Hukumnya di serahkan kepada
Hakim. apakah diperingatkan, didenda, atau Yang lain lagi.
Diatas
tadi sudah diterangkan bahwa penerapan asas legalitas pada jarimah hudud dan
jarimah qisos-diyat dilakukan dengan teliti. sedangkan pada jarimah ta'zir dilakukan
dengan longgar. Cara penerapan asas legalitas pada jarimah ta'zir yang longgar
ini. mungkin menimbulkan dugaan bagi sementara orang dengan mengatakan bahwa
syariat islam memberikan kekuasaan kepada Hakim begitu luas sehingga mungkin
menjurus kepada kesewenang-wenangan.Dugaan semacam itu tidak benar sebab disana
ada jarimah ta zir yang macamnya sudah ditentukan oleh nash macam-macam
hukumnya juga sudah tersedia. jadi Hakim tinggal memilih mana yang sesuai bagi
sipelanggar jarimah ta’zir ini. Misalnya pelanggaran yang berupa mengicuh timbangan,
perbuatan ini mungkin bersifat berat atau ringan disini Hakim boleh memilih
mana yang sesuai bagi sipelangaran yang berat Disamping itu ada jarimah ta'zir
Yang bersifat demi kemaslahatan umum; disini Hakim berhak mempertimbangkan apakah
perbuatan yang dilakukan oleh benar-benar telah merugikan kepada masyarakat
atau tidak dan kalau merugikan hukuman apa yang sesuai diterapkan mengembangkan
dan memilih hukuman kepadanya. Dalam memperti yang sesuai bagi siberbuat ini
Hakim tidak boleh lepas dari ketentuan umum nash Qur'an maupun Hadits oleh
karena jarimah ta zir yang menggangu kemaslahaan bagi ummat ini tidak bersifat
tetap maka penganggapan sebagai jarimah terhadapnyapun juga tidak tetap.
Misalnya beberapa orang dengan teratur berjalan bersama-sama menuju tempat
tertentu untuk tujuan tertentu. Pada saat keadaanmasyarakat sedang tentram dan
tidak ada kekhawatiranpun mengenai perbuatan orang-orang tersebut maka perbuat.itu
tidak dianggap suatu jarimah. Akan tetapi jika perbuatan semacam dilakukan
disaat situasi masyarakat sedang hangat.dan dikhawatirkan akan menjadi suatu
demontrasi yang berakibat membuat onar dalam masyarakat. maka yang berpendapat
menganggapnya sebagai suatu jarimah dan karenanyadapat ditindak. Dari
uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1).
Pada jarimah hudud dan qisos-diyat. asas legalitas diterapkan dengan teliti,
baik mengenai macamnya jarimah maupun macam hukumnya sudah ditentukan dengan pasti
2).
Pada jarimah ta'air biasa, macamnya jarimah sudah ditentukan oleh nash sedang hukumnya
diserahkan kepada Hakim untuk memilih mana yang sesuai, sedang syara' hanya
menyediakan beberapa macam hukuman untuk dipilihnya.
3).
Pada jarimah demi menjaga kemaslahatan umum baik penetapannya maupun hukumannya
diserahkan kepada Hakim. syara hanya menyediakan beberapa macam hukuman untuk
dipilih sesuai. Begitu pula terhadap perbuatan mukholafah (bag yang
menghukumterhadap perbuatan ini)
B. ASAS LEGALITAS PADA HUKUM POSITIF
Sebelum
itu Hakim-hakim mempunyai kekuasaan besar. mereka dapat menganggap sesuatu perbuatan
jarimah meskipun undang-undang tidak
melarangnya. Kekuasaan yang semena-mena ini menjadi salah satu faktor pecahnya
revolosi.Sesudah revolosi asas legalitas diterapkan pada hukumlagi memakai asas
legalitas, dan sistim hukum pidana Denmark membolehkan menjatuhkan hukuman
terhadap sesuatu perbuatan yang dipersamakan dengan perbuatan yang dilarang.
Dan sistim hukum pidana Inggris memakai cara yang mirip dengan sistim ta ar
dalam syaraat Islam, yaitu tidak terikat kuat dengan asas legalitas.Pada
akhirnya para Sarana Hukum positif memandang bahwa dalam menentukan macam
jarimah tidak perlu menyebutkan tiap-tiap jarimah secara torperinci melainkan cukup
dengan penetuan secara umum terhadap perbutan-perbuatan yang dilarang, sehingga
satu ketentuan dapat mencakup lebih dari satu jarimah, dan siberbuat tidak bisa
lepas dari ketentuan pidana yang bersifat elastis. Dalam menentukan hukumannya,
cukup dengan menyebutkan hukuman tertinggi. sehingga Hakim mempunyai kekuasan
luas dalam menjatuhkan hukuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar