Translate

Senin, 17 November 2014

ASAS LEGALITAS PIDANA ISLAM Drs.Marsum ( JINAYAT )

     Yang disebut asas legalitas ialah asas yang maksudnya “tak ada pelanggaran dan tak ada hukuman sebelum adanya undang-undang yang mengaturnya”.berdasarkan surat Al-An’am :19 dan Al-Qoshos 59 kemudian para ahli hukum membuat sebuah kaidah yaitu ,

1) Sebelum ada ketentuan nash tak ada hukum bagi perbuatan orang berakal.
2) Pada asalnya semua perkara dan semua perbuatan di perbolehkan.

     Kesimpulan kaidah itu bahwa sesuatu perbuatan atau sikap tidak berbuat tidak dipandang sebagai jarimah  kecuali ada nash yang melarang perbuatan itu atau tidak melakukan . Jika ada seperti ini maka tidak ada hukuman bagi pelaku. Oleh karena itu, ada perbuatan tidak bisa dikatakan jarimah karena ada larangan tetapi tidak ada hukuman .maka kesimpulan du qaidah itu tidak ada jarimah kecuali ada nash.Berdasarkan ayat diatas ini para ahli hukum membuat qoidah yang berbunyi “Menurut syara' seseorang tidak diterapi beban (taklif)kecuali orang Yang mempunyai kesanggupan memahami dalil-dalil pembebanan, dan menurut syara' yang di bebankan itu hanyalah pokorjaan yang mungkin dilaku-kan, disanggupi dan dikotahui. sehingga la dapat melaksanakan.Dari goidah diatas ini dapat diketahui bahwa ada beberapa syarat terhadap pelaksanaan beban (taklif) itu, baikmengenai orangnya maupun pekerjaannya. Syarat-syarat itu ialah

1). sanggup memahami nash-nash syara baik mengenai suruhan maupun larangan.
2). pantas dimintai pertanggungan jawab dan dijatuhi hukuman
3). pekerjaan itu mungkin dilaksanskan atau ditinggalkan
4). dapat diketahui dengan sempurna oleh seorang mukallaf(yang dibebani)

Syarat yang keempat ini berarti

a). beban (taklif yang berisi suruhan dan larangan itu harus disiarkan kepada orang banyak, orang yang tidak mengetahui tidak akan ditindak sesuai dengan suruhan dan larangan
b). beban (taklifi itu harus dengan jelas menyebutkan ancamannya. sehingga orang yang sengaja meninggalkannya telah menyadari tentang akibatnya

       Asas legalitas pada syareat Islam ini sudah ada sejak Qur'an diturunkan. jadi ia telah mendahului hukum positif yang baru mengenal akhir-akhir abad ke delapan belas. Yaitu sesudah revolusi Perancis. Asas ini kemudian dimasukkan dalam -pernyataan hak-hak manusia yang dikeluarkan pada tahun 1789. dan kemudian diambil oleh negara-negara lain.
kita juga mengikuti asas legalitas ini dan dia dicantumkan dalam fs. 1 yang bunyinya fs. 1 1 'tidak ada perbuatan yang boleh dihukum, selain atas kekuatan undang-undang. Yang diadakan pada waktu sebelumnya perbuatanitu terjadi. fs. 1 12 Jikalau undang-undang diubah.sesudahnya perbuatan itu terjadi, maka haruslah dipakai aturan yang ringan bagi siterdakwa" (Stbld. 391582.

A.     PENERAPAN ASAS LEGALITAS.
     Syareat Islam menerapkan asas legalitas ini pada semua macam jarimah hanya cara menerapkannya berboda-beda menurut mecamnya jarimah. Adapun perinciannya adelah sebagai berikut:

1). Pada jarimeh hudud.
a). terhadap jarimah zina                                 : al-Isro' :32: an-Nur
b). terhadap jarimah menuduh zina                  : an-Nur: 4
c). terhadap Jarimah minum                            : al-Maidah :9
d). terhadap jariman pencurian                                    : al-Maidah 38
e). terhadap jarimah pembegalan                     : al-Maidah :33.
f). terhadap jarimah murtad                             : al-Baqoroh:217
g). Terhadap jarimah pemberontak                 : al-Hujrat: 9
2). Pada jarimah qiyos diyat.
a). terhadap jarimah pembunuhan sengaja       : al-Baqoroh 178.179,194,an-Nahal:128: Isro33
b). terhadap jarimah pembunuhan                   : an-Nisa' 92.
c). terhadap jarimah pembunuhan semi sengaja         
d). terhadap jarimah penganiayaan              
e). terhadap jarimah penganiyayaantak sengaja           
3).Pada jarimah (ma'siat yang dihukum bayar kifarat).
a). terhadap ma'siat merusak kehormatan bulan puasa( Hadisnya Nabi SAW.)
b). terhadap ma'siat merusak kehormatan ihrom Hajji (al-Baqoroh: 196.) al-Maidah 95
c). terhadap ma'siat mengumpuli (al-Baqoroh:222) isteri sedang haidl
d). terhadap ma'siat melanggar sumpah al-Maidah 89.
e). terhadap ma'siat mengumpulial-Hujrat:3 dan:4 isteri sedang di dzihar

        Terhadap jarimah dan ma'siat diatas ini asas legalitas diterapkan dengan teliti sekali, artinya setiap macam jarimah/ma'siat diatas ini disebutkan nash yeng melarangnya dan hukumannya sekali. Bukan hanya dari nash Qur'an saja yang melarangnya melainkan juga dari nash Hadits Nabi SAW.Tetapi terhadap jarimah ta'zir. asas legalitas ini diterapkan bersifat longgar. Jarimah ta'zir ini ada dua macam, ada yang macam jarimahnya sudah ditentukan oleh nash tetapi hukumannya diserahkan kepada Hakim: ada juga yang baik jarimahnya dan hukumannya sekali diserahkan kepada Hakim.sedang nash (Qur'an dan Hadits) hanya menunjukkan garis besarnya saja.

4). Pada jarimah ta'zir golongan pertama
a). terhadap jarimah makan makanan haram (al-Baqarah 173,al-Maidah 3: al-A'rof 157)
b). terhadap jarimah menghianati amanat an-Nisa2,6: al-Antal: 27 amanat
c). terhadap jarimah mengecoh timbangan al-Muthofifin 3. as-Syuro:1.
d). terhadap jarimah saksi palsu al-Baqoroh 283:al-Furqon 72: al-Hajj: 3.
e). terhadap jarimah makan riba al-Baqoroh:275.278
f). terhadap jarimah mengumpat berhala al-An'am: 108.
g). terhadap jarimah besel al-Maidah
h). terhadap jarimah masuk rumah orang lain tanpa izin an-Nur: 27 al-Maidah :90.
i). terhadap jarimah judi
i). terhadap jarimah mengintai-intai al-Hujrat: 12.
k). terhadap jarimah lain-lain yaitu perbuatan-perbuatan yang dianggap keji oleh Agama

5). Pada jarimah ta'zir golongan kedua
 Yaitu jarimah yang mengganggu kemaslahatan umum. Dalam hal ini Hakim (Pe nguasa) boleh menciptakan aturannya dan menghukumnya sekali, tetapi sekali-sekali tidak boleh bertentangan dengan kemauan-kemauan nash Qur'an maupun Hadits. Miselnya
a). menahan orang yang disangka meneuri.
b). menahan orang yang diperkirakan akan membuat fitnah.
c). mengajar anak untuk melakukan sholat dan bersuci
d). menahan orang gila biar tidak bergaul dengan masyarakat.
e). menahan orang-orang sekiranya akan membuat  onar
f). dan lain-ain tindakan demi kemaslahatan masyarakat.

6). Pada perbuatan mukholafah.Arti mukholafah ialah menyalahi atau pelanggaran. 

           Yang dimaksud disini istah meninggalkan perbuatan mandub (sunat) atau melakukan perbuatan makruh yang (tak disukai). Terhadap perbuatan mukholafah ini tidak diterapkan asas legalitas, apakah dilarang dan dihukum atau tidak diserahkan kepada Penguasa(Hakim).
Terhadap perbuatan mukholafah ini para ahli hukum berbeda pendapat. Pendapatan pertama Siberbust mengatakan tidak dapat dihukum ta'zir sebab yang ta'zir itu dihukum hanyalah orang yeng meninggalkan perintah taklif) sedang melakukan sunat dan meninggalkan yang makruh itu bukan
perintah yang mengikat. Pendapat kedua mengatakan berbuat dapat dihukum taozir sebab pada hakekatnya meninggalkan sunat adalah mengabaikan perintah dan melakukan makruh adalah melanggar larangan. Mereka beralasan tindakan Kholifah Umar Yang memukul dengan cemeti terhadap orang yang menterlentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia baru mengasah pisaunya. Pada saat itu Kholifah berkata: asah dulu pisau itu pada dasarnya perbuatan mukholafah ini tidak memang  dapat dihukum, tetapi kalau perbuatan itu berulang kali dilakukan, misalnya berulang kali tidak mau melayat tetangganya yang mati. berulang kali mengabaikan kehidupan rukun tetangga, berulang kali tak mau sholat berjamaah, maka dalam hal ini siberbuat dapat dihukum ta'zir. Hukumnya di serahkan kepada Hakim. apakah diperingatkan, didenda, atau Yang lain lagi.
           Diatas tadi sudah diterangkan bahwa penerapan asas legalitas pada jarimah hudud dan jarimah qisos-diyat dilakukan dengan teliti. sedangkan pada jarimah ta'zir dilakukan dengan longgar. Cara penerapan asas legalitas pada jarimah ta'zir yang longgar ini. mungkin menimbulkan dugaan bagi sementara orang dengan mengatakan bahwa syariat islam memberikan kekuasaan kepada Hakim begitu luas sehingga mungkin menjurus kepada kesewenang-wenangan.Dugaan semacam itu tidak benar sebab disana ada jarimah ta zir yang macamnya sudah ditentukan oleh nash macam-macam hukumnya juga sudah tersedia. jadi Hakim tinggal memilih mana yang sesuai bagi sipelanggar jarimah ta’zir ini. Misalnya pelanggaran yang berupa mengicuh timbangan, perbuatan ini mungkin bersifat berat atau ringan disini Hakim boleh memilih mana yang sesuai bagi sipelangaran yang berat Disamping itu ada jarimah ta'zir Yang bersifat demi kemaslahatan umum; disini Hakim berhak mempertimbangkan apakah perbuatan yang dilakukan oleh benar-benar telah merugikan kepada masyarakat atau tidak dan kalau merugikan hukuman apa yang sesuai diterapkan mengembangkan dan memilih hukuman kepadanya. Dalam memperti yang sesuai bagi siberbuat ini Hakim tidak boleh lepas dari ketentuan umum nash Qur'an maupun Hadits oleh karena jarimah ta zir yang menggangu kemaslahaan bagi ummat ini tidak bersifat tetap maka penganggapan sebagai jarimah terhadapnyapun juga tidak tetap. Misalnya beberapa orang dengan teratur berjalan bersama-sama menuju tempat tertentu untuk tujuan tertentu. Pada saat keadaanmasyarakat sedang tentram dan tidak ada kekhawatiranpun mengenai perbuatan orang-orang tersebut maka perbuat.itu tidak dianggap suatu jarimah. Akan tetapi jika perbuatan semacam dilakukan disaat situasi masyarakat sedang hangat.dan dikhawatirkan akan menjadi suatu demontrasi yang berakibat membuat onar dalam masyarakat. maka yang berpendapat menganggapnya sebagai suatu jarimah dan karenanyadapat ditindak. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Pada jarimah hudud dan qisos-diyat. asas legalitas diterapkan dengan teliti, baik mengenai macamnya jarimah maupun macam hukumnya sudah ditentukan dengan pasti
2). Pada jarimah ta'air biasa, macamnya jarimah sudah ditentukan oleh nash sedang hukumnya diserahkan kepada Hakim untuk memilih mana yang sesuai, sedang syara' hanya menyediakan beberapa macam hukuman untuk dipilihnya.
3). Pada jarimah demi menjaga kemaslahatan umum baik penetapannya maupun hukumannya diserahkan kepada Hakim. syara hanya menyediakan beberapa macam hukuman untuk dipilih sesuai. Begitu pula terhadap perbuatan mukholafah (bag yang menghukumterhadap perbuatan ini)

B. ASAS LEGALITAS PADA HUKUM POSITIF
          Sebelum itu Hakim-hakim mempunyai kekuasaan besar. mereka dapat menganggap sesuatu perbuatan  jarimah meskipun undang-undang tidak melarangnya. Kekuasaan yang semena-mena ini menjadi salah satu faktor pecahnya revolosi.Sesudah revolosi asas legalitas diterapkan pada hukumlagi memakai asas legalitas, dan sistim hukum pidana Denmark membolehkan menjatuhkan hukuman terhadap sesuatu perbuatan yang dipersamakan dengan perbuatan yang dilarang. Dan sistim hukum pidana Inggris memakai cara yang mirip dengan sistim ta ar dalam syaraat Islam, yaitu tidak terikat kuat dengan asas legalitas.Pada akhirnya para Sarana Hukum positif memandang bahwa dalam menentukan macam jarimah tidak perlu menyebutkan tiap-tiap jarimah secara torperinci melainkan cukup dengan penetuan secara umum terhadap perbutan-perbuatan yang dilarang, sehingga satu ketentuan dapat mencakup lebih dari satu jarimah, dan siberbuat tidak bisa lepas dari ketentuan pidana yang bersifat elastis. Dalam menentukan hukumannya, cukup dengan menyebutkan hukuman tertinggi. sehingga Hakim mempunyai kekuasan luas dalam menjatuhkan hukuman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar