Belum lama Kita telah melalui sebuah
pesta demokrasi pada 9 april yang telah diatur pada pasal 22 tahun 2007, yaitu
memilih pemimpin atau Wakil Rakyat untuk
menduduki kursi-kursi Legislatif . Semua Rakyat Indonesia beserta dunia
bersorot kepada peristiwa tersebut . Seluruh partai khususnya para calon
legislatif berlomba-lomba untuk mendapat suara konstitusi dari rakyat agar
partai dan dirinya meraih sebuah kemenangan. Dalam peristiwa-peristiwa sebelum
pemilu banyak kita dapati beragam strategi kampanye yang dilakukan oleh caleg
maupun anggota partai untuk menarik simpatisan walau dengan segala cara. Memang
sebuah kelicikan banyak terjadi dalam kampanye maupun dalam berjalannya sebuah
pemilu. Tentu saja ini semua bisa merusak sebuah makna pesta demokrasi yang
diadakan pemerintah Indonesia.Tapi , beberapa caleg maupun anggota partai tidak
memperdulikan semua ini demi sebuah tahta .
Banyak sekali pelanggaran kampanye
yang telah terjadi sebelum pemilu. Fakta yang saya temui yaitu pesta demokrasi
kita telah diwarnai kampanye yang tak mendidik, seperti suap-menyuap untuk
membeli suara konsitusi dari rakyat. Maka jangan heran jika kita mendengar para
caleg habis uang yang tidak sedikit. Malah lebih parahnya banyak caleg gagal
yang stres akibat seluruh hartanya sudah digunakan untuk pencalonanya.
Kita perlu mengerti bahwa Legislatif
adalah aparat negara yang salah satu fungsinya untuk membuat undang-undang
hukum.Maka caleg yang ideal pasti akan mentaati sebuah hukum yang berlaku
khususnya Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 yang berbunyi:
"Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut
undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya
orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan
haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama
tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa
pemberian atau janji berbuat sesuatu." Tapi ini das sollen/seharusnya, secara
das sein/senyatanya tidak sedikit caleg yang melanggar peraturan tersebut.
Dalam sosiologi masyarakat yang
terjadi juga beragam, ada kalangan yang sangat mengharapkan hibah dari caleg
,ada yang acuh tak acuh, dan ada juga yang menentang sebuah money politik. Banyak
sekali berita yang sudah beredar di kalangan kita tentang sesuatu yang memang
terbukti adanya, seperti serangan fajar. Serangan fajar semua orang diberi
hibah berupa uang dengan syarat disumpah untuk mencoblos caleg yang
dimaksud.Tidak tanggung-tanggung, hibah memang menggiurkan, yaitu kisaran 50
sampai 200 ribu berdasarkan laporan masyarakat. Ini merupakan suatu bukti bahwa
adanya pelanggaran yang dilakukan oleh partai maupun calegnya.Tapi,ada juga
kelompok masyarakat yang menolak keras terhadap money politik ,sampai-sampai
mereka memprovokasi-kan kepada rakyat lain dengan memberikan seruan “Tolak
uangnya dan jangan dicoblos !“ ,ada juga yang lebih menarik dari seruan mereka
“Terima Uangnya,Jangan Coblos Orangnya,Doakan Tidak Jadi dan Masuk Neraka!”
Jika ada caleg yang berbuat money
politik,secara otomatis ada caleg jujur yang merasa dirugikan . Banyak caleg
yang mengetahui bahwa lawannya melakukan money politik kemudian langsung
melaporkannya kepada panitia pengawas pemilu atau pihak-pihak yang
berwajib.Tapi sayangnya,tidak sedikit laporan yang tidak ditindak lanjuti
dengan alasan yang berbagai macam seperti kurangnya bukti-bukti dan sebagainya.
Kita bisa tarik kesimpulan bahwa
pesta demokrasi yang diadakan tahun ini belum sepenuhnya bersih dari kelicikan
atau kecurangan. Ini semua kemungkinan dipicu karena oleh caleg yang nakal atau
malah sosiologi masyarakat itu sendiri. Kurangnya kesadaran dan kepedulian
dalam masyarakat tentang hukum yang berlaku dan sosok pemimpin yang baik untuk
masa depan indonesia bisa menjadi suatu alasan. Semoga pesta demokrasi yang
bersih akan terwujud dalam pemilu periode yang akan datang.Jika anda punya
bukti politik uang segeralah melapor untuk Indonesia yang bersih dari
kelicikan.
Karya ini
menggunakan Penalaran Deduktif = Proses penalaran dengan menarik kesimpulan
dari presmis atau pernyataan yang mendasar. Dan merupakan das sein yang dialami penulis.
oleh R Fery Nuhroho Listio Rahayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar